Payrolls Tentukan Arah Moneter Bank Sentral
Payrolls Tentukan Arah Moneter Bank Sentral
Spekulasi penghentian stimulus moneter oleh Bank Sentral Amerika Serikat kembali mengemuka. Adalah pernyataan dari Gubernur Federal Reserve Bank wilayah San Francisco, John Williams, yang memicu ekspektasi tersebut.
Williams kemarin mengatakan pihaknya akan memantau perkembangan fundamental ekonomi Amerika dalam beberapa waktu ke depan. Jika memang kondisi makro membaik, bukan tidak mungkin Federal Reserve menutup kran pelonggaran mulai tahun ini. Salah satu indikator yang terus dicermati oleh otoritas adalah sektor tenaga kerja. Williams menyebut bank sentral akan mengamati secara teliti daya serap tenaga kerja di musim panas tahun ini sebelum menentukan sikap lebih lanjut.
Data penambahan tenaga kerja versi ADP semalam menyimpulkan bahwa sektor jasa Amerika hanya mampu menyerap 158.000 SDM baru di bulan Maret. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan ekspektasi pelaku pasar sekaligus memberi sinyal kurang baik terhadap hasil data pengangguran pamungkas, Non-farm Payrolls, yang baru akan dirilis Jumat besok (05/04). Pada laporan Payrolls untuk bulan Februari lalu (dirilis Maret), pelaku ekonomi Amerika dilaporkan sukses menyerap 236.000 pekerja baru sekaligus melampaui harapan masyarakat. Untuk laporan payrolls besok, kemunculan angka diprediksi sebesar 198.000 atau lebih rendah dibanding perolehan satu bulan sebelumnya. Adapun rasio pengangguran diperkirakan stagnan di level 7,7%.
Setelah pernyataan sikap the Fed beberapa waktu terakhir, laporan pamungkas Non-farm Payrolls kini seakan menjadi pisau bermata dua bagi pelaku pasar keuangan. Untuk jangka pendek, daya serap tenaga kerja yang solid akan memicu optimisme di kalangan pelaku pasar keuangan. Sebagai indikator penting perekonomian sebuah negara, pasar tenaga kerja berperan besar dalam penciptaan iklim bisnis dan investasi. Lebih dari itu, penurunan angka pengangguran juga menjadi parameter dalam penentuan rating kredit negara maju seperti Amerika Serikat. Jika besok payrolls mampu memenuhi ekspektasi, maka pasar saham bisa kembali mencatat penguatan di sesi perdagangan Senin depan.
Namun untuk jangka panjang, perbaikan di sektor tenaga kerja juga rawan memberi pengaruh negatif ke nilai aset ekuitas. Sesuai komitmen the Fed, pemulihan konsisten di sektor ini akan membuka peluang bagi penghentian stimulus moneter. Program pembelian obligasi oleh bank sentral selama ini menjadi motor penggerak utama dalam perdagangan saham. Kombinasi antara quantitive easing dan pelonggaran konvensional berupa penetapan suku bunga rendah berhasil menggiring ketiga indeks saham menguat antara 8% dan 12% sejak awal tahun ini. Jika stimulus dicabut, maka pelaku pasar dan korporasi bisa kehilangan rasa aman sehingga nilai aset-aset berisiko kembali surut. Supaya gairah bisnis dan investasi tetap terjaga, baik untuk jangka panjang maupun pendek, dibutuhkan pemulihan di setiap lini ekonomi secara berkesinambungan. Tidak hanya di sektor tenaga kerja, komponen lain seperti manufaktur, daya beli konsumen dan pasar perumahan juga harus pulih secara beriringan. Dengan begitu, motor penggerak pasar keuangan tidak lagi terpaku pada sokongan dana murah pemerintah akan tetapi beralih pada prospek ekonomi Amerika yang kuat dan permanen.
Banyak Harapan Bergantung Pada Rilis BoJ
Keputusan dari pertemuan BoJ hari Kamis telah banyak menyebabkan ekspektasi dan spekulasi di pasar saat ini. Selama beberapa pekan, bursa saham Jepang sempat reli dan Yen telah bergerak melemah terkait harapan untuk pelonggaran kebijakan besar-besaran dari gubernur BoJ yang baru, Kuroda.
Kuroda telah banyak dikenal banyak kalangan akan pernyataannya untuk melakukan pelonggaran kebijakan dan target mengatasi deflasi dengan target inflasi 2%.
Diantara langkah-langkah yang mungkin akan dilakukan BoJ adalah adanya pembelian obligasi pemerintah. Obligasi pemerintah tersebut akan difokuskan para obligasi dengan jangka waktu 5-10 tahun. Secara umum, bank sentral Jepang tersebut diperkirakan akan menambah dana pembelian aset, menurut sebuah survey yang diadakan Dow Jones Newswire terhadap 10 ekonom. Beberapa responden bahkan mengatakan bahwa Kuroda akan menambah dana pembelian aset sebesar 15 triliun Yen hingga 20 triliun Yen per tahun untu pembelian aset baru.
Teka-teki di Balik Debut Kuroda
Kalau dulu wacana program anti-deflasi cuma sekedar retorika, maka tidak demikian halnya di tahun 2013. Bank sentral Jepang (BOJ) diperkirakan merilis kebijakan baru guna memutarbalikkan fase deflasi menjadi inflasi dengan target 2% pada pertemuan hari Kamis (04/04).
Di bawah komando gubernur baru, Haruhiko Kuroda, BOJ menetapkan target inflasi sebagai prioritas utama pemulihan ekonomi. Sederet kebijakan tengah dipersiapkan oleh otoritas untuk memenuhi sasaran inflasi 2% dalam dua tahun ke depan. BOJ berkewajiban melaksanakan titah perdana menteri Shinzo Abe, yang sudah sejak lama mengidamkan trend pertumbuhan nasional yang positif. Gagasan utamanya adalah dengan mengkombinasikan stimulus fiskal dengan pelonggaran moneter baru guna memerangi deflasi. Untuk menjalankan strategi yang dikenal dengan sebutan ‘Abenomics’ ini, sang PM telah menunjuk sosok ekonom dengan orientasi kebijakan agresif yaitu Haruhiko Kuroda.
Meskipun sikap skeptis terhadap efektivitas peran BOJ masih tampak di kalangan pelaku ekonomi, Kuroda siap memberikan perintahnya pada pertemuan esok. Kendala utama yang kemungkinan dihadapi oleh mantan presiden Asian Developent Bank ini adalah potensi lonjakan upah pekerja, suatu hal yang membuat target inflasi sulit dicapai. Ekonom sudah jauh hari mengungkapkan skenario kebijakan yang diambil oleh Kuroda di pertemuan perdananya bersama BOJ. Paling minimal, ia hanya akan menambah porsi pembelian obligasi. Program pembelian surat hutang jangka pendek kemungkinan diperluas melalui pembelian surat hutang dengan tenor lebih panjang atau bahkan tidak tertutup kemungkinan pembelian aset lain seperti surat hutang perusahaan, aset-aset komersial dan Exchange Traded Funds (ETF). Lebih lanjut, BOJ bisa langsung menetapkan tanggal pembelian aset-aset itu tanpa banyak bicara.
Terlepas dari aksi beli aset yang mungkin diputuskan besok, efek kebijakan akan terbatas karena BOJ telah beberapa kali menambah porsi pembelian obligasinya. Apalagi friksi politik dapat seaktu-waktu muncul, terkait wacana pembelian obligasi berdenominasi asing. Konsekuensi dari niat ini tentu adalah penurunan nilai tukar Yen. Pemerintah harus mewaspadai munculnya tuduhan perang mata uang dari dunia internasional jika hal ini benar-benar terwujud. Oleh karena itu, besar kemungkinan Kuroda mengambil kebijakan stimulus secara bertahap dan bukan secara frontal di debutnya. Program-program lain bisa menyusul pada pertemuan lanjutan sebagaimana lazim diterapkan oleh banyak bank sentral. Seraya menuntaskan seluruh misi tersebut, Kuroda juga lebih leluasa menggalang dukungan dari pelaku keuangan, dan meninggalkan kesan terburu-buru di mata investor. Skenario seperti ini tentu akan sedikit mengecewakan investor di lantai bursa, yang terlanjur berharap munculnya gebrakan besar di bulan April. Namun untuk pencapaian target sesuai harapan, eksekusi gradual layak dikedepankan.
Apapun yang terjadi di Tokyo hari Kamis, pelaku pasar keuangan sudah menikmati efek positif dari kepemimpinan baru negara Jepang. Nilai tukar Yen melemah signifikan, turun sebanyak 20% terhadap Dollar sejak awal Oktober silam. Sementara indeks saham utama Nikkei meroket di atas 42% sejak medio November 2012.
Patut dicatat bahwa ruang kebijakan bagi Abe-Kuroda sesungguhnya tidak terlalu lapang. Suku bunga Jepang sudah berada di level super-rendah dalam waktu lama. Sementara pemerintah juga telah mengumumkan pengucuran stimulus besar senilai $117 miliar pada bulan Januari lalu. Terlebih lagi rasio hutang terhadap GDP Jepang merupakan yang tertinggi di dunia. Jadi, baik BOJ maupun kabinet Abe harus pintar-pintar menjaga hubungan dengan partner-partner politiknya karena mereka memerlukan dukungan untuk dapat meloloskan proposal pemangkasan anggaran di masa depan. Kiprah pertama KUroda di kursi bank sentral turut berperan dalam pembentukan citra pemerintah di mata dunia.
IMF Akan Berkontribusi Sebesar 1 Milyar Euro Untuk Bailout Siprus
Dana Moneter Internasional (IMF) akan berkontribus sebesar 1 milyar euro ($1,29 milyar) pada bailout Siprus yang senilai 10 milyar euro untuk tiga tahun kedepan, Managing Director IMF Christine Lagarde mengatakan dalam penyataannya di hari Rabu. Lagarde mengatakan bahda perkirakan para dewan IMF akan menyetujui dana tersebut pada awal Mei.” Sebuah tim staff dari IMF telah mencapai kesepakatan tingkat staff dengan otoritas Siprus pada program ekonomi yang akan di dukung oleh IMF bersama-sama dengan Uni Eropa dan European Central Bank,” kata Lagarde.
“Sebuah paket pembiayaan gabuingan sebesar 10 milyar euro di desain untuk membantu menutuoi kebutuhan pembiayaan Siprus, termasuk untuk layanan utang obligasi, sementara mereka menerapkan kebijakan yang diperlukan untuk memulihkan ksehatan perekonomian dan memperoleh kembali akses ke pandanaan pasar modal, kata Lagarde.
Fed William: Fed Dapat Mulai Kurangi QE3 Pada Musim Panas ini
Federal Reserve dapat mengurangi secara bertahap pada rencana program pembelian aset sebesar $85 milyar/bulan pada musim panas ini, kata John Williams, Presiden Federal Reserve of San Francisco pada hari Rabu.
Ketika Fed mungkin akan memulai rencana pengurangan pelonggaran kuantitatif telah menjadi pertanyaan kunci sejak pertemuan kebijakan Fed di bulan Maret, setelah ketua Fed Ben Bernanke mengindikasikan bahwa jalan ini adalah tindakannya yang paling mungkin.
The Fed mengatakan akan melanjutkan program pembelian sampai terlihatnya perbaikan yang “substansial” di pasar tenaga kerja.
“Dengan asumsi perekonomian saya yang benar, saya perkirakan kita akan temukan ujian untuk perbaikan yang substansial pada outlook tenaga kerja pada musim panas ini. Jika terjadi kami dapat memulai pengurangan pembelian kami setelah itu, kata William dalam pidatonya di Los Angles.
“Jika semuanya berjalan, kami dapat akhiri program pembelian pada suatu waktu di akhir tahun ini,” tambah William.
Sumber : monexnews