Mampukah Minyak Menyentuh $20 per Barel?

Posted on

Data EIA Topang Penguatan Harga Minyak

Belum adanya tanda-tanda berakhirnya penurunan harga minyak menimbulkan pertanyaan sampai di level berapa para produsen mentolerir rendahnya harga minyak. Sejak pertengahan tahun lalu harga minyak telah merosot lebih dari 60%.

Secara teoritis rendahnya harga akan meningkatkan jumlah permintaan, yang mungkin menjadi salah satu alasan para produsen enggan menurunkan jumlah produksi. Semakin banyak memproduksi, semakin banyak yang dapat dijual, namun masalah timbul ketika supply selalu melebihi demand. Belum lagi kondisi ekonomi global yang melambat, khusunya China sebagai konsumen minyak terbesar ke-dua di dunia, memberikan keraguan akan meningkatnya permintaan akan minyak mentah dimasa yang akan datang.

Tidak berimbangnya antara supply dan demand menjadi penyebab terus merosotnya harga minyak. International Energy Agency (IEA) pada November lalu memberikan estimasi surplus minyak mentah sebanyak 1,7 juta barel per hari di kuartal ketiga fiskal 2015. OPEC yang mengadakan pertemuan pada 4 Desember lalu diharapkan mau untuk menurunkan pfafon produksi guna menyeimbangkan supply-demand sehingga mampu mendongkrak harga minyak. Namun kartel minyak tersebut belum merubah kebijakan, dan harga minyak WTI pun turun ke bawah $40 per barel.

Kebijakan OPEC yang enggan menurunkan plafon produksi dikatakan sebagai strategi mempertahankan pangsa pasar, atau bahkan meraih pangsa pasar baru. Rendahnya biaya produksi anggota OPEC, khusunya Arab Saudi menjadi keunggulan tersendiri. Sementara negara-negara dengan biaya produksi lebih tinggi semakin tertekan, dan beberapa perusahaan minyak bahkan harus mengurangi investasi akibat harga jual minyak yang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan.

Media-media banyak menyebutkan kebijakan Arab Saudi secara khusus menyerang produsen minyak shale AS yang memiliki biaya produksi tinggi. Namun hingga kini, produksi minyak AS masih dekat rekor tertinggi meski jumlah rig yang beroperasi terus menurun. Energy Information Adminsitration melaporkan jumlah produksi minyak AS di bulan November sebesar 9,17 juta barel per hari, atau turun 60.000 barel dibandingkan bulan Oktober, dan 410.000 barel dibandingkan dengan rekor tertinggi pada bulan April lalu.

Masih bertahannya produsen minyak shale AS hingga saat ini disebabkan hedging yang mereka lakukan ketika harga minyak masih di atas level $90 per barel, namun kontrak-kontrak tersebut kini mulai expired.

 

Berdasarkan tabel di atas, biaya produksi minyak shale AS berada dikisaran $60 per barel, sementara harga minyak saat ini berada di bawah $40 per barel, bisa dipastikan para produsen shale akan merugi tanpa melakukan hedging.

Arab Saudi menjadi produsen dengan biaya produksi terendah, dikisaran $20 per barel, sementara rata-rata anggota OPEC lainnya dan Rusia masih di bawah $40 per barel, dan biaya produksi minyak AS di atas $40.

Goldman Sach memperkirakan harga minyak akan menyentuh $20 per barel dalam beberapa bulan ke depan, berdasarkan biaya produksi di atas, hanya Arab Saudi yang masih mampu bertahan. Jika harga minyak terus turun menjauhi $40, bukan tidak mungkin para produsen akan menurunkan kuota produksi untuk menstabilkan harga. OPEC sendiri telah mengatakan akan menurunkan produksi jika produsen non-OPEC juga menurunkan produksi. AS dan Rusia sebagai produsen besar tidak memiliki quota produksi harian.

Sumber  : Monex News (http://www.monexnews.com/register.htm?ref_wp=WP1005001A)

Tinggalkan Balasan, Alamat Email dan No HP, supaya kami bisa menghubungi Anda

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s